MENEMUKAN ARTEFAK
GERAKAN MAHASISWA SAPEKEN
Sudarman,MA
(Pendiri dan Alumni Himas/ Dosen arkeologi IAIN Imam Bonjol Padang)

Teori sosial apapun yang dipakai pasti menemukan bahwa perubahan sosial selalu dipelopori oleh kalangan elit (mahasiswa) mereka inilah kelompok yang tercerahkan, mereka gelisah melihat realitas yang tidak sesuai dengan idealisme yang mereka pelajari. Karena sejak dulu hingga sekarang pemuda (mahasiswa) pilar kebangkitan setiap ummat, rahasia kekuatan dalam setiap kebangkitan, dan pengibar panji setiap fikrah (Majmur Rasail).
Menurut Hasan al-Banna sesungguhnya sebuah gerakan atau organisasi akan sukses manakala keimanan kepadanya kuat, tersedia keikhlasan di jalannya, semangat untuk memperjuangakannya semakin bertambah, dan ada kesiapan untuk berkurban. Sebab dasar keimanan adalah hati yang cerdas, dasar keikhlasan adalah nurani yang jernih, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora dan dasar amal adalah kemauan yang kuat.
Sebelum Himas lahir, gerakan mahasiswa sapeken terfragmentasi terhadap kepentingan kelompok dan aliran-aliran mazhab, mereka tidak memiliki kekuatan siginifikan, dan tidak punya bargaining power dengan penguasa dan masyarakat. Dengan adanya Himas setidak-tidaknya mampu mempersatukan gerakan mahasiswa sapeken serta mampu menimalisir komplik mazhab dan aliran. Sehingga seluruh komponen bisa wellcome terhadap Himas. Himas tidak dimiliki oleh salah satu mazhab tetapi bagaimana Himas mampu memposisikan diri diatas seluruh mazhab yang ada di Sapeken.
Ada tiga pilar yang harus dikembangkan oleh Himas ketika ingin menjadi organisasi yang mumpuni.
Pertama, Pilar Organisasi; pilar inilah yang harus diasah oleh setiap mahasiswa, karena ini adalah kemampuan life skill yang tidak akan didapati hanya sekedar di bangku kuliah. Pilar organissi artinya bagaimana mampu memahami orang lain, memahami perbedaan memahami karakter serta mampu mengurus serta mengarahkan orang lain. Jangan mau menjadi mahasiswa bebek, dimana hidupnya habis di tiga tempat, di kos, di kampus dan di pustaka. Kedua, Pilar intelektual; inilah ranah yang sering dilupakan bahkan diabaikan oleh kebanyakan aktivis. Bahasa intelektual kampus adalah “nilai, IP, karya ilmiah, track record forum-forum ilmiah, prestasi perkuliahan. Walaupun tingginya IP tidak selalu menunjukkan tingginya intelektual namun itulah bahasa yang dimengerti masyarakat kampus. Karena dengan bahasa itulah kualitas yang abstrak bisa dibaca dengan ukuran kuantitas. Mahasiswa harus mampu menata spesialisasi diri dengan fokus bidang keilmuan masing-masing, agar penguasaan keilmuan bisa terukur dengan jelas. Ukurannya bukan saja nilai tetapi juga hasil. Mungkin tulisan ilmiah, karya ilmiah, hasil penelitian dan sejenisnya yang menunjukkan bahwa mahasiswa nyata-nyata menguasai ilmu tersebut. Jangan bosan untuk terus mencoba dan mencoba sambil terus mengembangkan pada tingkat ahli. Bila ini telah mentradisi , pertanda awal yang baik telah digenggam. Jika seluruh cabang keilmuan ada mahasiswa sapeken yang menjadi ahlinya, yakinlah sapeken menjadi kota produksi otak yang diperebutkan oleh semua kalangan. Ketiga, pilar Sosial; Kepedulian adalah kata kunci dalam pilar sosial, peduli terhadap orang-orang miskin, peduli terhadap lingkungan dan peduli terhadap penindasan para pengauasa terhadap rakyat kecil. Jangan sampai gerakan Himas hanya menjadi menara gading yang tidak bisa memberikan harapan terhadap masyarakat, hanya menjadi problem speaker atau bahkan menjadi problem maker, Himas harus menjadi Problem solver bagi masyarakat kepulauan sapeken. Banyak masalah yang harus di respon oleh Himas, masalah pendidikan, adanya kesenjangan fasilitas yang diberikan pemerintah, masih ada anak-anak kepulauan yang harus belajar dibawah pohon kelapa karena gedungnya rusak, guru-guru yang jarang mengajar, insentif guru yang dikorupsi. Masalah habitat laut yang sudah rusak, pengeboman sehingga terumbu karang menjadi rusak, masalah politik, pemilihan kepala desa Sapeken, PAW anggota dewan yang sekarang menjadi isu terhangat di Sapeken serta isu kabupaten kepulauan
Memperingati Miladnya yang ke 7, himas harus mereposisi gerakannya, sehingga tidak terkesan Himas organisasi penguyuban yang sekedar tempat berkumpul-kumpul, tidak dirasakan signifikansi baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Dua hal yang harus diperbaiki oleh Himas. Pertama, Himas harus menjadi organisasi Grssroad, punya link yang kuat dengan masyarakat akar rumput. Menjalin hubungan dengan organisasi-organisasi keagamaan, kepemudaan maupun organisasi yang berada di rantau seperti IK2S dll. Kedua, Himas juga harus menjadi organisasi Balancing of power, dalam hal ini ada dua gerakan yang dimain oleh HIMAS. Pertama, menjadi patner pemerintah dalam hal Social Development. Kedua harus menjadi gerakan oposisi yang kontruktif terhadap pemerintah. Jika Himas tidak mampu bermain pada dua sisi ini maka Himas akan terjebak kepada gerakan penjilat pemerintah atau menjadi gerakan penentang (makar) terhadap pemerintah
Ala kulli hal, kita akan menanti gebrakan himas selanjutnya apakah himas akan mampu menjawab permasalahan masyarakat Sapeken atau akan menjadi artefak sejarah yang akan dikenang bukan karena siginikansinya namun karena kegagalannya..

Tidak ada komentar: