HIMAS: MEMBEDAH REALITAS MENJAWAB
PROBLEMATIKA SOSIAL KEPULAUAN
PROBLEMATIKA SOSIAL KEPULAUAN
(by: Syaifuddin, Alumni HIMAS dan Pemuda Muhammadiyah)
“Untuk mebangun masyarakat kepulauan maka pemerintah harus boros jika tidak maka selamanya masyarakat akan ketinggalan dan akan terjadi ketipanagn yang berkepanjangan antara daratan (kota) dengan kepulauan……” (Dr. Soekarwo, M.Hum)
Pernyataan ini bukan pernyataan yang kering dan kosong dari realitas tapi merupakan koreksi kebijakan terhadap pemerintah tertama pemerintah Kabupaten Sumenep, dalam kebijakanya tidak “sudi” kalau kepulauan maju dan berkembang dalam sosial ekomomi, distorsi kebijakan ini merupakan kepicikan pemerintah Kabupaten Sumenep.
Sumur gas di Pagerungan dieksplorasi BP Kangean sejak 1993. Mula-mula bisa memproduksi 225 juta kaki kubik per hari. "Tapi, lambat laun mengalami pengurangan alami dan sekarang 14 sumur yang aktif dari 18 sumur dengan hasil produksi pada tagun 2003 hanya 180 juta kaki kubik per hari" Sedangkan Sumur minyak di Sepanjang cukup besar. Saat ini ada tiga sumur yang sudah dieksplorasi dan siap untuk dieksploitasi. Tiap sumur itu diprediksi memiliki kandungan 350 barel per hari. "Jadi, 1.050 barel per hari bisa dihasilkan dari tiga sumur itu," dan 80% - 85% untuk Pendapatan Daerah Kabupaten Sumenep, dengan jelas bahwa Pemerintah Kabupaten Sumenep bisa bertahan hidup karena adanya subsidi dari kepulauan.
Maka tidak wajar jika masyarakat kepulauan Sapeken-Kangean berteriak untuk menjadi Kabupten Kepuluan, akibat kepicikan kebijakan biroksi pemerintah kabu Paten Sumenep dan kecelakaan sejarah bagi Kepualuan terhadap Sumenep Dua (wabub) yang terkesan tidak ada keberpihakannya bahkan menggores tubuh kepulauan.
Kita ketahui bahwa masyarakat Kepulauan Sapeken adalah masyarakat yang satu padu dengan menitik sentralkan di Desa Sapeken (luas ± 3,5 KM), rujukan yang menjadi standar kemajuannya dalam dinamika social keagamaan Kepulauan Sapeken dan sekaligus sebagai “peradaban yang terisolasi” untuk ukuran Kepulauan Madura, terlepas dari kebijakan birokrasi pemerintah Kabupaten Sumenep yang masih setengah hati serta dipengaruhi oleh pemimpin lokal-tekhnokrat- elit sosia-keagamaan yang berpenampilan sebagai “Tuhan –tuhan” kecil penentu kebenaran dan terkadang dijadikan sebagai padanan Tuhan (God equivalents) oleh pengikutnya.
Sesungguhnya paradigma berpikir seperti ini adalah rentetan sejarah feodalisme- kepicikan berfikir dan tidak mustahil akan menjadi turun-temurun jika tidak ada yang melakukannya dan HIMAS lah yang dianggap sebagai representatif sejarah untuk melakukan perubahan dengan mengedepankan inklusifitas berfikir dengan tidak melunturkan militansi dalam beragama.
Kehadiran HIMAS sebagai regenerasi yang terlahir dari anak jaman tentunya bukan hanya sekedar pelengkap sejarah tetapi harus menjadi aktor sejarah dan mampu menyikapi persoalan-persoalan masyarakat kepualauan yang sampai sekarang menjadi problematika dalam dianmika peradaban dan keadaban.
Tilisan singkat ini, mencoba membedah probelmatika masyarakat Kepulauan Sapeken dan mudah-mudahan akan menjadi renungan dan semangat perjungan pembebasan bagi HIMAS terhadap permasalahan sosial masyarakat Kepulauan.
I. Masalah Riil Kepulauan
Ada beberapa permasalahan kepaulauan Sapeken yang sampai sekarang menjadi batu sandungan dalam dinamika dan perkembangan jaman yang semakin cepat dan “menggila” dan ini menjadi tantangan sekaligus menjadi tugas HIMAS sebagai masyarakat terdidik dan berkeadaban. Dengan modal keilmuan dari berbagai disiplin ilmu yang dimilikinya, sudah saatnya HIMAS menularkan ilmunya untuk bisa berdialog dengan probelmatika masyarakat. Permsalahan-permasalah itu dapat kita rumuskan sebagai berikutut;
Sektor pendidikan; pendidikan merupan infrastuktur pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) secara terencana, programatis dan berkelanjutan, baik pendidikan formal maupun non-formal. Problematika dalam pendidikan kita adalah;
(1) pengembangan mutu dan kualitas pendidikan di Kepulaun Sapeken sangat lemah dan tidak representatif dalam pengembangan kualits out put, akibat tidak adanya alat penunjang (peraga) ataupun Lab-lab sebagai reserch kepastian ilmu dan keapstian teori yang dipelajari, misalnya Lab. Kimia, Biologi , Fisiska, Komputer, dll;
Dengan tidak adanya perangkat pada lemabaga-lemabaga pendidikan di Kepulauan, mengakibatkan lemah dan terbelakangkangnya peserta dildik dan ini adelah masalah yang harus dijawab oleh pemerintah dalam hal ini Mendiknas.
(2) para pendidik (guru) dari luar Kepulauan tidak maksimal dalam memberikan pelajaran, dua puluh hari di daerah masing-masing, sepuluh hari berada di tepat mengajar (Sapeken). Mengakibatkan peserta didik dalam jangka waktu itu tidak mendapat pelajaran dan hal ini meruapak masalah krususial yang sampai sekarang belum mendapat respon dan sikap yang tegas dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep sebagai yang bertanggung jawab dan ditunjang oleh kearifan lokal (local wisdom) dalam msayarakat sehingga mereka menjadi-jadi.
(3) kurangnya penanaman budi pekerti dan moralitas agama, kalaupun diajarkan hanya sebagai pelengkap kurikulum pembelajaran di sekolah yang tersistematis, tanpa penerapan dan pengawasan artikulasi dari pendidikan keagamaan tersebut.
Dengan kurangnya perhatian guru terhadap pelajaran pendidikan agama dan diperparah lagi oleh bolosnya para pendidik (guru) menyebabkan peserta didik berprilaku peniadaan nilai etik dan moralitas agama, berindikasi pada pergaulan hidup bebasa tanpa batas (kurangnya pemahaman mana perbuatan yang bertentangan dengan ajaran-ajaran ke-Tuhan-an dan mana perbuatan yang tidak bertentangan dengan-Nya?)
(4) rendahnya minat orang tua dan masyarakat terhadap pentingnya pedidikan, bahkan sampai sekarang paradigma klasik tetap berkembang “yang penting hidup tenang dan bisa makan” mereka tidik tau menau lagi bahwa mereka yang terdidik dan berpengetahuan akan memberikan mamfaat terhadap masa depan Daerah/Kepulauan dan sebagai wujud dari kemajuan Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan berdaya guna bagi masyarakatnya.
Dari semuanya itu pendidikan kita harus berorientasi pada; pertama, kemasa depan dan hanya berpihak kepada masa depan, posisi awal kemasa depan adalah era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilimu pengetaguhuan dan tekhnologi maka mau tidak mau pendidkan di kepualuanpu harus mengembangkan SAINTEK (Sain, Tekhnologi dan Ekonomi ) dengan standar Internasional; kedua,pendidikan yang berorientasi kepada masa depan itu tidak lepas dari integritas spritualitas IPTAQ; komitmen terhadap nilai-nilai ke-Tuhan-an yang benar (al-Iman) dan menumbuhkan kesadaran personal terhadap Tuhan Yang Maha Esa (at-Taqwa) sebagai bentuk holistik ilmu agama.
Sektor Kesehatan; Dengan semakin tingginya pendidikan suatu masyarakat maka akan semakin tinggi pula kesadaran akan pentingnya meiningkatkan mutu mendapatkan pelayanan kesahata dan kesejahteraan yang berkualits bagi diriinya (masyarakat)
Karena itu harus dicanankan kesadaran hidup sehat dan bersih sebgai refleksi dari komitmen keprecayaan kepada Tuhan. Sesunggguguhya jika sudah terjadi kesadaran hidup sehat, merupakan kemajuan dalam menunjang pembangunan Sumber Daya Manusia yang berkualitas tadi.
Ada beberapa problem kesehatan dan menjadi hambatan dalam dinamika masyarakat di Kepulauan;
(1) tidak tersedianya sarana dan prasarana kesehatan yang representitif (berstandar Nasional) terhadap masyaarakat Kepulauan;
(2) selain keterbatasan sarana dan prsasarana juga kondisi geografis Kepulauan yang di batasi oleh laut yang luas dan tidak mustahil kalu tidak harus menempuh perjalanan yang cukup melelahkan untuk sampai kepada rumah sakit yang di anggap representatif, akibatnya Pasien belum sampai ketujuan – sudah lebih dahulu menuju kepangkun Tuhan (meninggal), kedua hal tersebut merupakan suatu hal biasa dan merupakan realitas masyarakat yang harus dijalani masyarakat Kepulauan Sapaken.
Sektor Lingkungan; Kita ketahui bahwa salah satu sumber napakah masyarakat Kepulauan Sapeken adalah melaut, akan tetapi sumber napakah ini mengalami ancaman yang luar biasa dari oknum Nelayan tertentu (Nelayan lokal dan luar Daerah). Dan lauat bukan warisan yang di berikan tetapi adalah titipan Tuahan untuk masa depan anak cucu kita yang harus di jaga dan dilestarikan. Permasalahan lingkungan laut adalah permsalahan yang sampai sekarang trus berlanjut hal ini dikarenakan;
(1)tidak adanya kesadaran sebagian Nelayan yang menggunakan bom, potasium dan zat kimia lainnya untuk menangkap ikan mengakibatkan habitat laut mengalami kepunahan dan ikan-ikan makin menjauh dari wilayah tangkap tradisional karena rumah-rumah (terumbu karang) ikan mengalami gangguan (mati
(2)bebasnya Nelayan dari luar Daerah/Porseng (Nelayan yang menggunakan alat tangggkap Jaring Pukat Harimau) beroperasi di wilayah tangkap Nelayan tradisional dan merampas semua mahluk laut yang kecil sampai yang besar bahkan memporak-porandakan rumah-rumah ikan tersebut;
(3) tidak adanya konsistensi kepastian wilayah tanggap dari Plt. Kelauatan dan Prikanan Kecamatan Sapeken, serta lemahnya kontrol pengakan supremasi hukum, bahkan para penegak hukum Pol Airut di Kepulaluan terindikasi dalam permainan, bukan hanya itu saja Kepolisian dan Koramil pun terlibat dalam pembagian kekuasaan dalam perlindungan pelaku kriminal kelautan tersebut.
Jika sudah terjadi perselingkuhan dalam lingkaran keserakahan, maka permasalahan lingkungan laut terus akan berlanjut, hal ini dibuktikan dengan semakin mengguritanya pelaku pengrusakan lingkungan laut dan lemahnya kontrol aparat penegak hukum. Dan jika institusi yang memiliki kewenangan sudah terindikasi dalam lingkaran kebiadaban, terus kemana masyarakat Nelayan Kepulauan mengadu nasib, sementara wilayah sumber penghidupan mereka terancam dan tidak mendapat perlindungan dari instansi pemerintah?, dan masih adakah harapan masa depan Nelayan lebih baik dari sekarang dan bisa menjajikan terhadap anak cucuk kita? Syukur-syukur, mereka yang terlibat dalam lingkaran kebiadaban sadar dan berfikir kedepan sehingga harapan itu menapakkan tirai keredupan masyarakat Nelayan Kepualuan Sapeken.
Sektor Sosial-Ekonomi Poros sosial ekonomi kerakyatan meletakkan arti pentingnya pratata (sosial institution) yang mampu memenuhi minat kebutuhan dan kepentingan pada komunitas masyarakat dan pemihakan terhadap masyarakat kecil (al-mustad`afin).
Persolan bagaimana mewujudkan pembangunan yang berporos pada kepentingan sosial ekonomi kerakyatan dan tidak semata-mata menjadi selogan dan mantra dalam sindromatika politik? dan bagaimana upaya mewujudkan pembangunan sosial ekonomi kerakyatan tidak sekedar dalam bentuk belas kasihan (karitatif) atau kegiatan pernik-pernik kecil untuk pewangi ketiak (deadorant effects) agar seolah-olah pembangunan berpihak kepada rakyat.
Karenanya, permasalahan pengembangan sosial-ekonomi Kepulauan Sapeken yang tyerdiri dari berbagai sektor harus bercorak kerakyatan dan pemberdayaan masyarakat, konteks masyarakat Kepulauan pengembagan ekonomi kerakyatan secara geografis masih “terlunta-lunta” dan dibatsi oleh ruang dan waktu yang cukup lama (hamparan laut), yang sewaktu-waktu perputaran roda perekonomi Kepulauan Sapeken mengalami kemacetan (deplasi);
(1)sektor pertanian (i) rendahnya penawaran hasil pertanian dan tidak adanya life skill masyarakat dalam mengolah dan mengembagkan hasil pertanian (misalnya; jangung, singkong, ubi-ubian dll.) dan menciptakan home industry sebagai wadah life skill mereka; (ii) tidak adanya pemasaran untuk meningkatkan daya jual hasil pertanian mereka; (iii) tidak adanya penyuluhan pertanian yang berkesinambungan dan pendampingan oleh pemerintah dalam hal ini UPTD.Dinas Perkebunan dan Perhutani;
(2)sektor Perikanan; (i) adanya keterikatan Nelayan yang berhutang kepada salah satu Bos (pegepul ikan), sehingga hasil tangkap harus di jual kepadanya walau harga beli relatif lebih rendah dibanding bos yang lainya; (ii) terkadang tidak adanya keseimbagan antara pendapatan dan pengeluaran, dalam artian, perjalanan untuk sampai ketempat wilayah tangkap ikan dengan biaya operasional (BBM) rusaknya lingkungan laut dan matinya habitat laut; (iii) makin mengkristalnya sebagain Nelayan menggunakan potasium dan bom dalam mengakap ikan serta berkeliarannya Porseng secara bebas di wilayah tangkap Nelayan tardisional, mengakibatkan menjauhnya ikan dari yang semestinya (mempengaruhi prolehan tangkap Nalayan tardisioanal)
(3)lemahnya supremasai hukum; (i) masih ada kompromi hukum dalam jaminan kerja (transaksi hukum); (ii) tidak adanya ketegasan dalam penerapan sehingga mereka perlu di bangun dalam lelap tidurnya, sebut saja, misalnya; kasus pembantaian di Desa Tanjung Kiaok, sebelum kejadian Kepolisian sudah di konfirmasi terlebih dahulu dan membiarkan Nelayan yang menggunakan bom dan potasium berkeliaran dalam menagkap ikan.
Sektoar Transportasi Laut; Sebagai gugusan kepualuan di Madura, Kepaulauan Sapeken adalah merupakan pulau paling timur yang masuk pada wilayah kabupaten Suemnep dan meruapakan sentral perekonomian yang di kelilingi pulau-pulau kecil baik yang sudah di diami (berpenghuni manusia) maupun tidak dengan sembilan Desa. Dari sembilan desa tersebut Sapeken merupakan pusat perbelanjaan (trade central). sebagai masyarakat kepulauan tentunya perputaran roda perekonomiannyapun tergantung pada tarsnsportasi laut.
Permasalah transportasi laut adalah permasalah yang tidak kalah pentingnya dengan permasalahan-permsalahan riil yang dihadapi masyarakat kepulauan, dengan demikian ada bebarap masalah dalam transportasi laut di kepulauan, yaitu;
(1)dalam penyediaan Kapal Perintis sebagai trnsportasi laut bagi masyarakat kepulauan tidak representatif “ronsokan” tidak memenuhi standar Kapal untuk di tumpangi manusia;
(2)dari perkembangan transportasi laut yang di sediakan kurang maksimal terutama pada hari min tujuh hari raya idul fitri, dengan membeludaknya penumpang, tapi pemerintah diam, merasa lega dalam kepanikan masyarakat pada hari-hari tersebut.
Sektor Penerangan (PLN); Permsalasahan penerangan di kepualuan Sapeken seolah-olah di bebankan kepada msayaraka dan tidak adanya perhatian dari pemerintah dalam menyikapi dan memberikan pelayanan terhadap masayarakat. Dalam perjalanan waktu dalam dianamika masayarakat dan semakin cerdasnya para intelektual kapital menangkap moment tersebut untuk dipergukanan (komersialisasi arus listrik; mesin desel) sesuai dengan kebutuhan masayarakat setempat walau hanya menikmatinya lima samapai enam jam.
Berkaitan dengan masalah lambannya pemerintah untuk membantu masyarakat dalam memberikan pelayanan penerangan lampu bagi msayarakat. Terlepas dari hal diatas ada beberapa masalah yang terjadi di Upt. PLN Kecamatan Sapeken;
(1)sering terjadinya pemadaman dengan alasan yang tidak rasional; (i) solar (BBM) tidak ada, padahal BBM tidak pernah terlambat kalaupun terlambat hanya berkisar dua hari sampai lima hari dari jadwal yang telah ditentukan; (ii) pemadaman secara bergantian selama berbulan-bulan (nyala tidak normal, ketika pukul 22.00. WIB sampai pukul 00.00. dan padam sampai pukul 03.30. WIB yang seharusnya hidup pukul 17.00-06.00 WIB); (iii) pemadaman totol dengan sistem bergantian (dua hari nyala satu hari padam) sesuai dengan jalur (arus listrik) yang di pergunakan;
(2)para pekerja (kontrak) yang terdapat di Upt. PLN Kecamatan Sapeken adalah teknisi yang tidak memiliki skill kemampuan dalam penanganan mesin, sehingga terindikasi ada permainan di dalam, mengapa tidak, mesin/desel tidak pernah bertahan paling lama mesin bertahan satu bulan; dengan alasan yang tidak ilmiah; (i) komponen mesin sudah tua dan tidak mampu menampung beban pemakaian dari pelanggan, padahal mereka selalu menambah pelanggan baru dan penambahan beban dari KWh 450 menjadi 900-1000. (ii) dengan makin bayaknya beban dan pemakaian pelanggan diharapkan mesin cepat rusak dan di ganti kepada mesin yang lebih bagus dan besar; ketiga; setelah awal bulan januari 2009 dan diadakan audit jatah solar (BBM) Upt.PLN Kecamatan Sapeken per bulan dengan pemakiannya, terindikasi penggelapan BBM (pada saat-saat tidak normalnya pelayanan PLN)
Sektor Pembangunan; Pembangaunan adalah keseluruhan upaya mebangkitkan, membela dan menumbuhkan prakarsa, peran serta dan swadaya nmsayarakat, agar masyarakat mampu membagun dirinya sendiri dalam memenuhi minat dalam kepentingan dan kemaslahatan masyarakat.
Untuk menciptakan hal tersebut maka pemerintah harus bisa menumbuhkan empati (pengertian) dan simpati (perhatian) kepada kebutuhan dan kepentingan msayarkat untuk membangun, mewujudkan maka pemerintah harus mengalokasikan; pertama, kebijakan program dan sumber daya pembangunan; kedua, sumber ekonomi, faktor produksi dan kesempatan ekonomi kerakyatan, terutam kepada masyarakat miskin dan lemah (al-mustadz`afin) peran ini biasa disebut sebagai emancifatory develoment masyarakat dalam pembangunan.
Yang terjadi dalam masayarakat kiata (kepulaun) pembangunan hanya sebagai ritus kekuasaan yang menguasi nilai, sumber dan kewenangan authority, namun terlepas dari detak nadi kehidupan masyarakat yang menjadi basis tumbuhnya budaya dan peradaban masyarkat.
Program pemrintah dalam mebangun masyarakat kepulaun terkesan lamban dan dikotomi dengan masayarakat daratan (kota), melihat realiatas tersebut, mak tidak salah kalau, Dr.Suekarwo, mengatakan, untuk membangun masyarakat kepulaun maka pemerintah harus boros, kalau pemrintah masih meilihat dengan sebelahan mata maka selam itu masyarkat kepulaun akan selalu berada dalam posisi terbelakang dan termarjinalkan oleh pemerintah yang dihidupkan oleh penghasilan kepulauan.
II. Tawaran dan Sikap
Dari permsalahan riil masyarakat kepulauan HIMAS harus bisa memprakarsai dan bersikap inklusif dalam bergaininya dalam masyarakat sehingga dapat terwujud gerakan dan dukungan bersama ntuk mencapai tujuan dan cita-cita masayarakat kepulauan; hidup dalam kedamain, kesejahteran dan kadilan serta pembangunan yang merata..
Dengan demikian kita harus mampu menyikapi persoalan-persoalan diatas yaitu; sektor pendidikan;
(i)menciptakan pendidikan alternatif; lemabaga ketrampilan masyarakat (majlis ta`lim tarbiyah sakilah)
(ii)menyediakan perpustakaan atau taman bacaan masyarakat (TBM) dan;
(iii)meletakkan asas pendidikan sebagai tanggung jawab pemerintah baik sekolah Negeri maupun swasta/ madrasah sehingga kehendak konstitusi 20% dari anggaran untuk pendidikan dapat tercapai.
sektor Kesehatan, meletakdak dasar sistem pengembangan kesehatan untuk menjawab pemenuhan, perkembangan kebutuhan kesehatan maka diperlukan sistem kesahatan dan kesejahteraan persatuan komunitas setingkat Desa dan lingkungan masyarakat sekerja (community health and welfare care) posisi UPTD. Puskesmas Kecamatan Sapeken, perlu ditingkatkan dan dibawahnya yaitu diselenggarakan BAKESRA (Balai Kesehatan Masyarakat) AKESRA (Asuransi Kesehatan Rakyat) sehingga lima tahun kedepan diharapkan seluruh masyarakat Kepulauan dijamin kesehatannya
Hal tersebut pernah ada di daratan Sapeken lengkap bersam Dokternya, namun pupus ditengah jalan, karena keterbatasan sistem managerial dalam pengelolaannya tidak memenuhi standart dan kurangnya kesadaran (partisipasi) masyarakat serta lemahnya dukungan Puskesmas?, dan ini bukan merupakan kegagalan sejarah yang harus dilupakan dan tidak membangkitkan kembali sejarah itu;
Sektor lingkungan;
(i)memberikan kesadaran terhadap masayarakat nelayan lewat penyuluhan-penyeluhan yang berkaitan dengan lingkungan laut dan penangkapan ikan yang benar;
(ii)mendukung gerakan pemerhati lingkungan, FPL (front Penyelamat Lingkungan) dengan fokus gerakan pada lingkungan laut yang selalu berteriak kebungkaman aparat epnegak hukum.;
Sektor sosial ekonomi
(i)meningkatkan managerial lembaga Keuangan Desa (BUMDES) sebagai lembaga untuk mengembangkan ekonomi dan kesejahteraan masayarakat;
(ii)jaringan distribusi Desa-kota dalam peningkatan sosial ekonomi msayasarakat baik dalam prikanan, pertanian dan hal yang menyentuh pengembangang sosial ekonominya;
sektor pembangunan;
(i)perbaikan sarana publik (jalan, transportasi dan pelabuhan);
(ii)peningkatan daya listrik untuk memenuhi kekurangan daya riil terhadap konsumen;
(iii)menciptakan pembangunan sebagai proses perubahan kebudayaan dan peradaban;
(iv)menciptakan pembangunan yang berbihak pada kepentingan sosial ekonomi kerakyatan;
(v)pembangunan harus berbasis investasi dan kesejahteraan.
Karena itu, harapan masyarakat kepulauan terhadap percepatan pemangunan semakin tidak bisa di tawar lagi, sehingga pembangunan merata pada seluruh Desa yang ada di kepulauan Sapeken dan memdapat prioritas tinggi dalam pemerintah dan percepatan pembangunan secara langsung menyentuh struktur ekonomi kerakyatan khususnya dalam rangka swasembada padi, jagung, ketela, kacang tanah serta peternakan, prikanan dan kelautan, perkebunan, kehutanan, industri rumah tangga (home industry)
Penutup
Pembanguan harus mendapat perhatian oleh semua pihak, jika tidak maka akan melahirkan efek komulatif yang semakin merapuhklan struktur pembangunan di kepulauan dan tidak ada pihak yang bertanggung jawab terhadap permasalahan kemiskinan dan penaggulangi hal-hal yang mengakibatkan terjadi masih Sehingga terjadi perubahan yang utuh (holistic) dan konprehensif penghambatan terhadap kemajuan dan dinamika sosial ekonomi kerakyatan melainkan pemerintah sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945. Ssebab, pemerintah yang memiliki kekuasaan dan kewenangan yang berlaku dan mengikat secara umum (authoritative), termasuk kekuasaan dan kewenangan penyelenggaraan pembangunan. Pemerintah menyelenggarakan apakah pembangunan memberikan mamfaat atau sebaliknya menimbulkan ketidak merataan dan pengrusakan sumber-sumber yang menyebabkan rakyat semakin miskin.
Disamping itu, sebagai bangsa yang berketuhanan tentunya menjadikan agama sebagai kekuatan infrastruktur nilai (value infrastructure) untuk mendukung pertumbuhan dan kemajuan masyarkat Kepulaulan, maka diperlukan saitifikasi kehidupan religiusitas masyarkat. Artinya, pendekatan keilmuan yang rasional perlu dikembangkan sebagai perspektif interpretasi pembangunan menuju masayakat berperadaban dan keadaban.
Jika masyarakat kepualuan hanya di jadikan sapi perahan oleh pemerintah maka lambat-laun masyarakat kepualuan akan kurus dan di tinggalkan begitu saja kerena sudah tidak menghasilkan apa-apa, jika itu sudah terjadi siapa lagi yang akan peduli memperjuangkan hak-hak itu kalau bukan HIMAS sebagi komunitas yang berpotensi untuk masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar